Kilas9.com

Media merupakan perantara, atau pengantar pesan dalam sebuah proses komunikasi. Media online merupakan hal yang berkaitan dengan komunikasi, terutama pesan yang ingin disampaikan ke pembacanya. Harapannya, kehadiran kilas9.com bisa menambah informasi kepada masyarakat sebagai pembacanya. Salam.

Menembus Dingin Dieng, Berebut Sunrise di Sikunir

Sejumlah pengunjung yang menanti Golden Sunrise di Puncak Sikunir berpoto bersama dengan latar belakang
matahari terbit. 
Wonosono-Beduk Subuh dari sebuah masjid tak jauh dari penginapan membangunkanku. Hari sudah hampir pagi.

Pagi ini angin begitu dingin, ketika kaki melangkah keluar dari penginapan di Desa Sembungan, desa tertinggi di Pulau Jawa. Desa ini berada di dataran tinggi Dieng, dan terletak di ketinggian 2.306 meter di atas permukaan laut.

Tujuan pagi ini adalah berjalan kaki menuju Puncak Sikunir. Apalagi kalau bukan untuk berburu golden sunrise. 

Deretan gunung yang mengelilingi Bukit Sikunir di dataran tinggi Dieng. 
Seorang pemandu lokal mengingatkanku, agar memakai baju tebal karena suhu udara sangat dingin. Terlebih lagi, saat ini musim kemarau, suhu udaranya di pagi hari bisa mencapai 0° C. Tak heran, jika kemudian memunculkan embun beku yang disebut penduduk setempat sebagai bun upas atau embun racun. Karena, embun beku itu bisa menyebabkan kerusakan pada tanaman pertanian. 

Selain mengingatkanku memakai baju tebal, pemandu itu juga kembali menanyakan apakah sudah membawa bekal air yang cukup. Sebab, perjalanan menuju Puncak Sikunir cukup melelahkan. Belum lagi jalanan yang menanjak dengan meniti anak tangga.

Tepat pukul 05.00 WIB kami sudah tiba di kaki Bukit Sikunir. Butuh waktu kurang lebih 45 menit menuju puncak. 

Setelah memantapkan semangat, kami bersiap meniti anak tangga dan menembus dinginnya udara di Dieng. Harus ekstra hati-hati ketika menaiki anak tangga satu demi satu, karena beberapa meter di antaranya ada yang berupa tanah setapak dengan lapisan bebatuan.

Singkat cerita, sampailah kami di Puncak Sikunir. Beruntung, matahari belum terbit. Tapi, wow. Sudah banyak pengunjung ternyata yang satu tujuan dengan kami. Yakni, menunggu terbitnya matahari atau yang disebut golden sunrise.

Desa Sembungan dengan latar belakang Bukit Sikunir. 
Pegiat wisata Desa Sembungan, Irfan, kebetulan ikut bersama kami naik ke Puncak Sikunir bercerita, jika Desa Sembungan tidak hanya sekadar menawarkan keindahan alam saja. Yang istimewa adalah berburu golden sunrise.

Setiap Sabtu dan Minggu, jelas Irfan, Puncak Sikunir selalu ramai dengan pengunjung yang datang.

"Musim kemarau itu kalau hari libur di Sabtu dan Minggu mencapai tiga ribu pengunjung, saat malam sabtu paling 1.500an pengunjung. Kalau di hari liburan panjang bisa mencapai 6-7 ribu pengunjung," kata Irfan.

Masih menurut Irfan, biasanya yang datang naik ke Puncak Sikunir adalah kelompok atau rombongan. Ada juga yang sekeluarga datang, hanya untuk menikmati keindahan golden sunrise.

Akhirnya, yang dinanti muncul juga. Dari balik deretan gunung yang mengelilingi dataran tinggi Dieng, tersembul buratan cahaya berwarna kuning keemasan. Kulihat semua orang yang ada di Puncak Sikunir bersiap dengan kamera di tangannya. Ada yang menggunakan kamera digital, ada juga berbekal kamera handphone mereka.

Sungguh indah menikmati matahari menyingsing dengan latar belakang Gunung Sumbing dan Sindoro. Inilah pemandangan alam menakjubkan, yang belum pernah aku lihat.

Setelah puas berfoto dan menikmati keindahan alam di atas Puncak Sikunir, pemanduku tadi mengajak turun kembali ke penginapan.

Sejumlah warga Desa Sembungan sedang beraktivitas di pagi hari. 
Dalam perjalanan menuruni anak tangga, kembali aku bertanya kepada Irfan, apa saja aktivitas pengunjung selain naik ke Puncak Sikunir.

"Ada yang ngecamp di pinggir Danau Cebong, ada yang langsung ke Puncak Sikunir. Kalau ngecamp di Puncak Sikunir sekarang dilarang, karena sulit untuk pemantauannya," ujar Irfan.

Tiba di kaki Bukit Sikunir, Irfan mengajak kami mampir ke sebuah warung yang ternyata milik orang tuanya. Segelas teh hangat langsung ditawarkan untuk sekadar menghangatkan tubuh. Dari warung, kulihat Danau Cebong, tidak begitu ramai bila dibanding di Puncak Sikunir tadi. Beberapa tenda berdiri di pinggir danau, dengan kepulan asap tipis di depannya. Mungkin penghuninya memasak air atau sedang membuat sarapan.

Irfan menjelaskan, yang menginginkan petualangan memang memilih aktivitas berkemah di pinggir danau. Sedangkan yang sekadar singgah menanti golden sunrise, akan memilih penginapan atau homestay sesuai kebutuhannya.

"Penginapan atau homestya ada 30 unit di sini. Tarifnya tergantung fasilitas. Mulai dari Rp250 ribu sampai Rp350 ribu," ucap irfan.

Sementara itu, ditemui terpisah, Asisten Pembangunan Setda Wonosobo, Sumaedi menjelaskan, memang dataran tinggi Dieng masuk dalam jajaran wisata unggulan Jawa Tengah. Sehingga, tidak mengherankan jika banyak wisatawan datang dari beberapa wilayah termasuk wisatawan mancanegara mengagumi keindahan alam Dieng.

Pemkab, lanjut Sumaedi, berupaya membangun fasilitas jalan menuju ke Desa Sembungan lebih baik.

"Di Sikunir ini kan pada saat ini dikelola desa, ya. Artinya, sebagian besar pendapatannya masuk ke desa dan tentunya peruntukannya juga untuk masyarakat desa. Kita dari pemkab menyiapkan sarana dan prasarana jalan, kan itu kewenangannya kabupaten. Kita juga memberi pelatihan kepada masyarakat untuk menuju budaya hidup lingkungan wisata," kata Sumaedi.

Dirinya berharap, Desa Sembungan semakin terkenal ke seantero negeri dan mancanegara. Sehingga, semakin banyak yang datang. Di samping itu, ia juga berharap warga Desa Sembungan sadar akan potensi wisata di desanya dan memiliki jiwa wisata layaknya desa di Bali. (K-08)
Share on Google Plus

About kilas9.com

1 komentar: