Wakil Ketua KPK Saut Situmorang (kanan) saat melihat permainan ten tang pendidikan antikorupsi di Gradhika Bhakti Praja, Kamis (2/5). |
Semarang-Selama ini, tindak pidana korupsi sudah seperti penyakit. Bahkan, pelakunya sendiri tidak sadar kalau sudah melakukan tindak pidana korupsi. Contoh hal kecil korupsi adalah budaya menyontek saat ujian, yang dilakukan pelajar atau siswa demi meraih nilai baik.
Pakar hukum dari Universitas Negeri Semarang (Unnes) Ali Masyar menyambut baik, Pemprov Jawa Tengah membuat Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 10 Tahun 2019 tentang Pendidikan Anti Korupsi.
Menurutnya, apa yang dilakukan pemprov itu sudah lama dicanangkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kebijakan gubernur tentang pentingnya pendidikan antikorupsi itu, jelas Masyar, menjawab cita-cita dari KPK. Karenanya, upaya dari pemprov itu patut didukung penuh dan penerapannya bisa menyeluruh kepada anak sekolah.
"Memang pendidikan antikorupsi itu sudah pernah diinisiasi KPK, bahwa sekolah-sekolah dan perguruan tinggi juga harus mengintegrasikan pendidikan antikorupsi di lingkungannya masing-masing. Saya kira bahwa ini kok gayung bersambut, ketika kebijakan gubernur yang menyatakan perlunya ada pendidikan antikorupsi di sekolah-sekolah. Saya kira sangat positif," kata Masyar, Kamis (2/5).
Lebih lanjut Masyar menjelaskan, pendidikan antikorupsi setidaknya perlu berdiri sendiri sebagai sebuah mata pelajaran di sekolah.
"Harapannya saya, ke depan ada mata pelajaran dan bisa dibuat kurikulum sendiri tentang pendidikan antikorupsi. Sehingga, bisa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan," jelasnya.
Diketahui, Gubernur Ganjar Pranowo dan KPK menandatangani pergub tentang pelaksanaan pendidikan karakter dan antikorupsi di sekolah. Jateng menjadi provinsi pertama, yang menerapkan program tersebut. Rencananya, pada tahun ini ada 10 provinsi yang menerapkan kurikulu, pendidikan antikorupsi. (K-08)
0 komentar:
Posting Komentar