Dirut BTPN Syariah Ratih Rachmawaty memberikan paparan tentang inklusi keuangan dan pemberdayaan perempuan, Rabu (15/11). |
Semarang, Secara nasional Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) pada 2016 yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, indeks literasi keuangan di Indonesia sebesar 29,66 persen saja. Sementara, untuk indeks inklusi keuangan sudah mencapai 67,82 persen. Artinya, masih banyak masyarakat yang belum tersentuh layanan keuangan formal.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Hendri Saparini mengatakan sebenarnya indeks literasi keuangan dan inklusi keuangan di Tanah Air, bisa lebih ditingkatkan lagi dengan memberdayakan potensi pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Karena, jumlah UMKM di Indonesia lebih dari 58 juta unit dan baru sepertinya saja yang sudah bisa mengakses pembiayaan dari perbankan.
Menurutnya, untuk bisa meningkatkan inklusi keuangan pada tahun depan salah satu upaya yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan menggunakan potensi dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan. Karena potensi ekonomi dari perempuan belum tergarap dan hanya berkutat pada perlindungan hukum serta sosial saja.
Dengan memberdayakan peranan perempuan dari sisi ekonominya, jelas Hendri, maka akan berdampak luas terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Bahkan, mampu mengangkat kesejahteraan masyarakat.
"Kalaua selama ini pemerintah melakukannya itu kalau untuk perempuan lekatnya adalah program. Pemberdayaan perempuan lewat keluarga prasejahteranya. Padahal, yang bisa dilakukan untuk meningkatkan inklusi keuangan itu dengan memberdayakan perempuan bukan lewat program prasejahtera tapi karena dia punya potensi ekonomi. Ini yang belum dilakukan negara," kata Hendri di sela diskusi tentang "Inklus keuangan dan Pemberdayaan Perempuan Melalui pembiayaan Syariah", Rabu (15/11).
Lebih lanjut Hendri menjelaskan, sebenarnya potensi ekonomi perempuan sangat banyak dan potensial untuk mengangkat pertumbuhan ekonomi. Apabila negara bisa mengubah pendekatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke pemberdayaan perempuan dari sisi potensi ekonominya, maka inklusi keuangan dan indeks literasi keuangan dengan sendirinya bisa terangkat.
Sementara, Direktur Utama BTPN Syariah Ratih Rachmawaty menambahkan, saat ini pihaknya sedang fokus pada kaum perempuan dari segmen praasejahtera produktif. Sebab, perempuan mempunyai peraan penting dalam perekonomian keluarga.
"Tidak hanya memberikan pembiayaan, kami juga memberikan pendampingan serta kesempatan kepada para perempuan di segmen prasejahtera produktif untuk meningkatkan penghasilan keluarga," ujarnya.
Sampai dengan September 2017 kemarin, jelas Ratih, total aset BTPN Syariah tercatat sebesar Rp8,54 triliun atau naiik 36 persen dari periode sebelumnya. (K-08)
0 komentar:
Posting Komentar